Kotak Musik

Grand Final DBL

Penyerahan Hadiah - www.daribaliklensa.com

Grand Final DBL

Media Visit Peserta Grand Final - www.daribaliklensa.com

DBL Kota Jakarta

Workshop DBL - www.daribaliklensa.com

DBL Kota Makassar

Penyerahan Hadiah - www.daribaliklensa.com

DBL Kota Jogjakarta

Penyerahan Hadiah - www.daribaliklensa.com

[Spektrum Media Indonesia, 18 Februari 2015] Jangan (hanya) Foto yang Bicara



Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengklarifikasi beredarnya foto mesra dirinya bersama Feriyani Lim dengan menunjukkan hasil analisis tim ahli KPK saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/2). Abraham mengatakan bahwa foto tersebut hasil olah digital. Foto: MI/ROMMY PUJIANTO


DUA pekan belakangan ini kondisi politik Tanah Air kian gaduh setelah foto-foto mesra Ketua KPK Abraham Samad dengan Putri Indonesia Elvira Devinamira dan foto lainnya bersama seorang sosialita yang belakangan diketahui bernama Feriyani Lim tersebar begitu masif di media daring (online), cetak, dan layar kaca.

Publik pun melahapnya sebagai menu konsumsi yang lezat dan membaginya kepada khalayak melalui jejaring sosial. Beragam spekulasi bermunculan.

Tak ingin kehilangan panggung, para pakar segera berlomba menunjukkan eksistensi mereka. Berbagai analisis disampaikan, dari yang masuk akal hingga yang menabrak nalar.

Sebagai pejabat publik, Abraham Samad tentu tidak ingin foto-foto itu mencemari kariernya. Klarifikasi disertai bukti-bukti hasil analisis pakar foto KPK disampaikan kepada media.

Pertanyaannya, apakah foto-foto syur itu benar adanya?

Hingga kini belum ada yang bisa memastikan kebenaran atau kebohongannya. Teknologi digital fotografi yang melesat pesat membuat hal nyata begitu mudah direkayasa. Manipulasi fakta menjadi biasa. Kini, di tangan para pendusta visual, foto menjadi media utama untuk mencela dan menebar fitnah. Hanya dalam hitungan detik hingga menit fakta bisa diubah sekehendak hati pembuatnya.

Menurut kabar paling anyar dari ajang World Press Photo, kompetisi foto jurnalistik paling bergengsi sejagat, para juri terpaksa mendiskualifikasi 20% foto yang menembus final karena teridentifikasi melalui proses pengeditan berlebihan. Itu sebuah kenyataan yang mengejutkan sekaligus memprihatinkan.

Sejatinya foto itu laksana cermin, selalu mengusung pesan kejujuran. Ia menjadi jejak sejarah yang memberi pelajaran akan masa depan agar kesalahan masa lalu tidak lagi terulang, tersungkur pada kubangan yang sama.

Itulah hakikat foto jurnalistik yang sesungguhnya. Melalui berbagai platformmedia ia mewartakan kebenaran dan pembelajaran. Oleh sebab itu, para peracik produk jurnalistik, termasuk foto di dalamnya, tidak boleh abai pada kepentingan publik. Nurani dan idealisme harus menjadi keimanan yang dipegang teguh.

Sebagai alat kontrol berjalannya demokrasi di republik ini, foto jurnalistik tak pernah alpa melaksanakan tugasnya. Itu dimulai pada masa kemerdekaan, masa bergeloranya nasionalisme di era Soekarno. Kemudian lahirnya otoritarianisme Orde Baru yang menggenggam kekuasaan hingga 32 tahun. Setelah itu, masuk pada masa kepemimpinan yang mengedepankan pencitraan dan hingga kini kita tengah berbulan madu sekaligus harap-harap cemas pada pemimpin baru yang lahir dari keinginan jutaan rakyat.

Mari kita bayangkan bagaimana seandainya tidak ada manusia berkamera yang bernama Frans Soemarto Mendur di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945? Apakah proklamasi diyakini benar-benar terjadi? Imaji karya salah satu perintis berdirinya Indonesia Press Photo Service (Ipphos) tersebut yang memberikan kesaksian saat Bung Karno didampingi Bung Hatta mengumandangkan proklamasi kemerdekaan.

Bukan hanya sebagai jejak sejarah, foto jurnalistik juga menjadi pemicu euforiayang akhirnya menumbangkan rezim Soeharto dari emporium kekuasaannya.

Gambaran kekerasan tentara tirani kepada mahasiswa yang terpampang di halaman-halaman surat kabar kala itu tidak mampu menciutkan nyali. Berondongan bedil serdadu yang melenyapkan nyawa empat kawan mereka semakin menyatukan tekad melawan keotoriteran. Turun ke jalan menjadi pilihan.

Imaji-imaji itu menjadi episode visual yang menggetarkan dan menggerakkan perlawanan terhadap kekuasaan.

Di negeri ini foto jurnalistik kerap menunjukkan kedigdayaannya. Menjadi panduan melawan lupa, penyaksi tempo hari. Foto anggota dewan dari Fraksi PKS Arifinto yang asyik menikmati film porno pada komputer tabletnya ketika sidang paripurna bidikan fotografer Media Indonesia M Irfan memberi bukti. Setelah foto yang mencoreng kehormatan dewan tersebut dimuat dan kemudian menyebar ke berbagai media, Arifinto yang awalnya menyangkal akhirnya mengakui dan mengundurkan diri sebagai wujud pertanggungjawaban moral. Tengok pula kejelian pewarta foto Jakarta Globe Jurnasyanto Sukarno dan Agus Susanto dari Kompas yang membongkar penyamaran koruptor Gayus Tambunan ketika menonton turnamen tenis internasional Commonwealth di Bali.

Kini, berkah teknologi telah menggerus kepercayaan publik pada fotografi. Pasalnya, manipulasi menyeruak hingga ke ruang-ruang foto jurnalistik. Sungguh bukan perkara mudah mengembalikan foto pada khitahnya.

Alangkah eloknya jika jurnalis foto tidak larut pada permainan peranti digitalisasi fotografi, apalagi melakukan manipulasi. Fakta tetaplah fakta, biarkan ia apa adanya. Asah pemahaman, sensitivitas, kejelian, dan kreativitas untuk mengusung perspektif yang bukan sekadar pengisi ruang belaka, melainkan juga mampu menyemai harapan, membawa pengaruh positif, menginspirasi, mengedukasi, dan menggugah mereka yang melihatnya.

Semoga publik tidak membiarkan hanya foto saja yang bicara, tetapi juga bijak memaknainya. Mengapa? Karena pendusta visual berkeliaran di mana-mana.


Media Indonesia edisi Sabtu, 29 April 2011, yang memuat foto anggota DPR dari Fraksi PKS Arifinto tengah menonton video porno di komputer tabletnya saat berlangsungnya sidang paripurna. Arifinto yang awalnya menyangkal foto bidikan M Irfan itu akhirnya mengakui dan mengundurkan diri sebagai wujud pertanggungjawaban moral.

SAD MICKEY JAWARA FOTO COMPETITION 2014






ROADSHOW Journalistic Photography Workshop, Hunting, and Photo Competition Dari Balik Lensa mencapai titik akhir di tahun ini. Tiga pemenang akhirnya diumumkan dalam Grand Final di Hotel Novotel, Jakarta, Sabtu (6/12).

Ketiga pemenang yang keluar sebagai foto terbaik bertema Kehidupan metropolitan itu ialah foto berjudul Sad Mickey karya Faqih sebagai pemenang pertama, Sepak Bola Mini karya Hendro Praynyoto sebagai pemenang kedua, dan Pedagang di Jembatan Penyebrangan karya Kenny sebagai pemenang ketiga.

Penyerahan penghargaan untuk setiap pemenang diberikan Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia Hariyanto kepada ketiga pemenang tersebut.

Hariyanto mengatakan dalam Grand Final itu sebanyak 11 peserta diambil dari 2 pemenang setiap kota, yaitu Bandung, Jawa Barat, Jakarta, Makassar, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, serta satu pemenang photo competition.

"Kesebelas pemenang Roadshow Journalistic Photography Workshop itu mengikuti workshop dahulu sebelum penganugerahan pemenang foto terbaik," kata Hariyanto.

Ia mengatakan dalam workshop tersebut peserta diberi kiat-kiat menjadi seorang fotografer yang mampu mengabadikan momen penting, khususnya dalam kegiatan jurnalistik. Intinya, untuk menjadi fotografer, seseorang harus mempunyai gambaran atau visualisasi mengenai subjek foto yang akan diambil.

Dalam memotret, seorang fotografer juga jangan terjebak pada jenis foto apa yang akan diambil sehingga mematikan kreativitas dan imajinasi.

Hariyanto menambahkan, sebuah foto apalagi foto jurnalistik yang berisikan human interest pasti membuat orang tergugah karena foto itu dimuat dalam koran yang bisa dibaca semua lapisan masyarakat.

"Pernah kami mendapatkan pengalaman ketika didatangi anak-anak SD ke Kantor Media Indonesia. Mereka berterima kasih karena setelah foto sekolah mereka yang rusak dimuat di Media Indonesia, SD itu mendapat perhatian," terangnya.

Hariyanto pun berbagi kiat kepada peserta mengenai etika sebagai fotografer. MEnurut dia, sesulit apap pun objek foto yang akan diambil, dengan menghasilkan gambar terbaik, etika dan kesopanan dalam berfoto perlu diperhatikan.

"Misalnya, mengambil objek foto dalam kegiatan upacara keagamaan jangan sampai mengganggu ritual keagamaan demi mendapatkan gambar terbaik," jelasnya

Selain peserta mendapatkan materi workshop, para peserta diberi kesempatan berburu gambar di sekitar objek wisata Jakarta, yakni Moumen Nasional, pada Sabtu (7/12)


BERBAGI PENGALAMAN DI PANGKALAN BUN









Setelah sukses menggelar Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, sejak Juni lalu, di 4 kota besar di Indonesia, yakni Bandung, Jakarta, Makassar, dan Yogyakarta. Roadshow Dari Balik Lensa 'Historical Landmark' 2014 Media Indonesia, akhirnya harus usai di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, Minggu (9/11).

Selama dua hari, Sabtu (8/11) dan Minggu (9/11), Para mentor dan juri lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun, yaitu Kepala Divisi Foto dan Artistik Harian Media Indonesia, Hariyanto, Fotografer Senior Harian Media Indonesia, Ramdani dan Head of Media Tanjung Lingga, Yohanes Widada, berbagi pengalaman , pengetahuan dan ilmu fotografinya, kepada puluhan fotografer amatir dan profesional dari berbagai latar belankang di Pangkalan Bun dan sekitarnya, yang mengikuti kegiatan Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, di Aula Bappeda, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar).

Dalam lomba fotografi kali ini, puluhan foto yang dikumpulkan oleh para peserta lomba, diseleksi bersama oleh para juri dan seluruh pesertalomba, untuk selanjutnya dipilih 11 foto diantaranya untuk dinilai oleh para juri yang ditunjuk.

Para juri memilih 3 foto terbaik yang akan menjuarai lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun. Tiga pemenang tersebut adalah, Saud Teguh A P sebgai juara pertama, Faqih Akbar sebagai juara kedua dan Muslih sebagai juara ketiga.

Para pemenang medapatkan sejumlah uang tunai dan bingkisan hadiah lainnya dari para sponsor yang mendukung suksesnya kegiatan ini. "Dari 11 foto tadi,kita pilih lagi 3 foto terbaik dan 8 foto lainnya jadi nominasi. Yang kalah jangan kecewa dan tetap semangat. Jangan pernah menyerah. Sering-sering ikuti lomba dan manfaatkan semua kesempatan yang ada untuk terus berkarya. Foto-foto pemenang lomba ini akan dicetak di harian Media Indonesia. Di travelista Media Indonesia edisi Kamis nanti," kata Haryanto, Minggu (9/11).

DARI BALIK LENSA HISTORICAL LANDMARK DI PANGKALAN BUN



Saud Teguh A.P, Faqih Akbar dan Muslih menjuarai lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun. Pemilihan pemenang itu bagian dari rangkaian Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, yang diselenggarakan Media Indonesia bekerja sama dengan Borneonews dan Palangka Post.

Sukses menggelar Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, sejak Juni lalu, di 4 kota besar di Indonesia -- Bandung, Jakarta, Makassar dan Yogyakarta -- Roadshow Dari Balik Lensa 'Historical Landmark' 2014 Media Indonesia, berakhir di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Minggu (9/11).

Selama dua hari, Sabtu (8/11) dan Minggu (9/11), para mentor dan juri lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun, berbagi pengalaman, pengetahuan dan ilmu fotografi kepada puluhan fotografer amatir dan profesional dari berbagai latar belakang di Pangkalan Bun dan sekitarnya. Para juri dalam kegiatan yang berlangsung di Aula Bappeda, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat itu, Kepala Divisi Foto dan Artistik Harian Media Indonesia Hariyanto, Fotografer Senior MI, Ramdani dan Head of Media Tanjung Lingga, Yohanes S. Widada.

Dalam lomba kali ini, puluhan foto yang dikumpulkan para peserta diseleksi bersama para juri dan seluruh peserta lomba, untuk dinilai oleh para juri. Dari situ terpilihlah Saud, Faqih dan Muslih.

Para pemenang mendapatkan sejumlah uang tunai dan bingkisan hadiah lainnya dari para sponsor. Dari 11 foto dipilih lagi 3 foto terbaik dan 8 foto lainnya sebagai nominasi. Kata Hariyanto, yang kalah jangan kecewa dan tetap semangat. Jangan pernah menyerah. Sering-sering ikuti lomba dan manfaatkan semua kesempatan untuk terus berkarya.

"Foto-foto pemenang lomba ini akan dicetak di Harian Media Indonesia. Di travelista Media Indonesia edisi Kamis nanti," kata Hariyanto, Minggu.

Head of Media Tanjung Lingga, Yohanes S. Widada, sebagai pengelola Borneonews dan Palangka Post, sangat bangga dapat bekerjasama dengan Media Indonesia menggelar Dari Balik Lensa 'Historical Landmark' di Pangkalan Bun.

Terlebih lagi, kata Yohanes, foto-foto yang dihasilkan para fotografer Pangkalan Bun dapat memberikan perspektif berbeda bagi para penikmatnya. "Yang penting tetap berlatih dan jangan kalah sama karya-karya mas Haryanto, mas Unang (Ramdani) dan lain-lain di Jakarta," canda Yohanes Widada.

Tak Rugi Ikut Workshop Fotografi Dari Balik Lensa

Berbagai teori dan persiapan yang harus diperhatikan fotografer dalam memproduksi sebuah foto yang bagus dipaparkan dalam workshop fotografi Dari Balik Lensa bertema Historical Landscape di aula kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Sabtu, (8/11) siang.

Seusai workshop, sorenya para peserta sudah tak tahan mempratikan pengetahuan baru yang didapat dari pemateri, yakni Kepala Divisi Artistik dan Foto Harian Media Indonesia, Hariyanto.

Dengan antusias mulai sore, malam, dan pagi menjelang siang sebelum pukul 12.00 WIB Minggu (9/11) peserta memburu foto-foto yang menjadi target lomba foto.

Objek-objek yang bisa diabadikan para peserta lomba fotografi di antaranya Bundaran Pancasila, Istana Kuning, Istana Mangkubumi dan beberapa objek lainnya.

Andre salah seorang peserta, mengaku tidak merasa rugi mengikuti workshop tersebut. "Pengetahuan yang diberikan oleh pemateri sangat berguna, penyampaiannya juga santai dan komunikatif," ujar Andre.

Menurutnya hal-hal yang disampaikan oleh pemateri tersebut sebenarnya sederhana, tetapi terkadang fotografer tidak menyadari pernah melakukan kekeliruan seperti yang disampaikan pemateri.

"Contohnya ketidaktahanan fotografer terhadap godaan. Maksudnya bila objek yang difoto tersebut letaknya jauh dari tempat tinggal, fotografer tergoda untuk enggan memotret dengan alasan lokasi yang jauh, sedangkan matahari sedang bersinar sangat terik dan cuaca sangat panas," tuturnya.

Dengan melatih diri untuk tahan terhadap godaan tersebut, lanjut Andre, kesemparan mendapatkan foto yang bagus bisa semakin besar.

"Selain itu ada beberapa eleman lainnya seperti melakukan pravisualisasi sebelum memotret, memperkaya memori visual dengan sering-sering melihat objek foto yang bertujuan agar otak bisa merekam foto yang bagus dan diri kita bisa mengulanginya bila menemui situasi dan kondisi yang mirip dengan foto yang pernah dilihat," jelasnya.

BURU TEMPAT BERSEJARAH



PESERTA Workshop, Hunting and Photo Competition Dari Balik Lensa bertema Historical Landmark di Aula Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kabupaten Kotawaringin Barat, Sabtu (8/11), sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan. Sejak kemarin sore para perserta yang sudah memulai hunting foto untuk disertakan dalam lomba.

Kegiatan selama dua hari ini (Sabtu-Minggu, 8-9/11) adalah rangkaian Dari Balik Lensa 'Historial Landmark' Roadshow 2014 yang digelar Media Idonesia bekerjasama dengan beberapa pihak, termasuk Borneonews dan Palangka Post.

Objek-objek yang ditentukan untuk lomba antara lain, Monumen Paladan Sambu, Istana Kuning, Astana Mangkubumi dan komplek makan raja-raja. Keempatnya berada di Pangkalan Bun. Sementara launnya antara lain Monumen 14 Januari dan Bundaran Pangkalan Lima, keduanya di Kecamatan Kumai. Kemudia Astana Al-Nursari, masjid dan makam Kyiai Gede, ketiganya di Kecamatan Kotawaringin Lama.

Karena jari-jemari para peserta sudah gatal ingin segera memencet tombol rana kamera seusai workshop, mereka segera mencari objek-objek foto yang sudah ditentukan. Hal ini disebabkan batas waktu mengumpulkan foto untuk diikutsertakan dalam photo competition adalah pulukl 12.00WIB hari ini. "Waktu huntingnya terbatas untuk photo competition. Jadi kita mulai sore ini juga," cetus Raden, salah seorang peserta workshop.

Kepala Divisi Artistik dan Foto Harian Media Indonesia Hariyanto dalam tutorialnya menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan untuk memproduksi foto yang bagus salah satunya adalah memperkaya visualisasi. Maksud dari memperkaya visualisasi adalah sering-sering melihat obyek foto yang menarik dari buku, koran, televisi atau sumber-sumber lainnya. Dengan begitu, memori otak akan merekan bagaimana visualisasi foto-foto tersebut. "Banyak=banyak lihat tayangan National Geographic atau Discovery Channel. Itu akan banyak membantu memperkaya visualisasi," juar Hariyanto mencontohkan.