Kotak Musik

Grand Final DBL

Penyerahan Hadiah - www.daribaliklensa.com

Grand Final DBL

Media Visit Peserta Grand Final - www.daribaliklensa.com

DBL Kota Jakarta

Workshop DBL - www.daribaliklensa.com

DBL Kota Makassar

Penyerahan Hadiah - www.daribaliklensa.com

DBL Kota Jogjakarta

Penyerahan Hadiah - www.daribaliklensa.com

[Spektrum Media Indonesia, 18 Februari 2015] Jangan (hanya) Foto yang Bicara



Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengklarifikasi beredarnya foto mesra dirinya bersama Feriyani Lim dengan menunjukkan hasil analisis tim ahli KPK saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/2). Abraham mengatakan bahwa foto tersebut hasil olah digital. Foto: MI/ROMMY PUJIANTO


DUA pekan belakangan ini kondisi politik Tanah Air kian gaduh setelah foto-foto mesra Ketua KPK Abraham Samad dengan Putri Indonesia Elvira Devinamira dan foto lainnya bersama seorang sosialita yang belakangan diketahui bernama Feriyani Lim tersebar begitu masif di media daring (online), cetak, dan layar kaca.

Publik pun melahapnya sebagai menu konsumsi yang lezat dan membaginya kepada khalayak melalui jejaring sosial. Beragam spekulasi bermunculan.

Tak ingin kehilangan panggung, para pakar segera berlomba menunjukkan eksistensi mereka. Berbagai analisis disampaikan, dari yang masuk akal hingga yang menabrak nalar.

Sebagai pejabat publik, Abraham Samad tentu tidak ingin foto-foto itu mencemari kariernya. Klarifikasi disertai bukti-bukti hasil analisis pakar foto KPK disampaikan kepada media.

Pertanyaannya, apakah foto-foto syur itu benar adanya?

Hingga kini belum ada yang bisa memastikan kebenaran atau kebohongannya. Teknologi digital fotografi yang melesat pesat membuat hal nyata begitu mudah direkayasa. Manipulasi fakta menjadi biasa. Kini, di tangan para pendusta visual, foto menjadi media utama untuk mencela dan menebar fitnah. Hanya dalam hitungan detik hingga menit fakta bisa diubah sekehendak hati pembuatnya.

Menurut kabar paling anyar dari ajang World Press Photo, kompetisi foto jurnalistik paling bergengsi sejagat, para juri terpaksa mendiskualifikasi 20% foto yang menembus final karena teridentifikasi melalui proses pengeditan berlebihan. Itu sebuah kenyataan yang mengejutkan sekaligus memprihatinkan.

Sejatinya foto itu laksana cermin, selalu mengusung pesan kejujuran. Ia menjadi jejak sejarah yang memberi pelajaran akan masa depan agar kesalahan masa lalu tidak lagi terulang, tersungkur pada kubangan yang sama.

Itulah hakikat foto jurnalistik yang sesungguhnya. Melalui berbagai platformmedia ia mewartakan kebenaran dan pembelajaran. Oleh sebab itu, para peracik produk jurnalistik, termasuk foto di dalamnya, tidak boleh abai pada kepentingan publik. Nurani dan idealisme harus menjadi keimanan yang dipegang teguh.

Sebagai alat kontrol berjalannya demokrasi di republik ini, foto jurnalistik tak pernah alpa melaksanakan tugasnya. Itu dimulai pada masa kemerdekaan, masa bergeloranya nasionalisme di era Soekarno. Kemudian lahirnya otoritarianisme Orde Baru yang menggenggam kekuasaan hingga 32 tahun. Setelah itu, masuk pada masa kepemimpinan yang mengedepankan pencitraan dan hingga kini kita tengah berbulan madu sekaligus harap-harap cemas pada pemimpin baru yang lahir dari keinginan jutaan rakyat.

Mari kita bayangkan bagaimana seandainya tidak ada manusia berkamera yang bernama Frans Soemarto Mendur di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta pada 17 Agustus 1945? Apakah proklamasi diyakini benar-benar terjadi? Imaji karya salah satu perintis berdirinya Indonesia Press Photo Service (Ipphos) tersebut yang memberikan kesaksian saat Bung Karno didampingi Bung Hatta mengumandangkan proklamasi kemerdekaan.

Bukan hanya sebagai jejak sejarah, foto jurnalistik juga menjadi pemicu euforiayang akhirnya menumbangkan rezim Soeharto dari emporium kekuasaannya.

Gambaran kekerasan tentara tirani kepada mahasiswa yang terpampang di halaman-halaman surat kabar kala itu tidak mampu menciutkan nyali. Berondongan bedil serdadu yang melenyapkan nyawa empat kawan mereka semakin menyatukan tekad melawan keotoriteran. Turun ke jalan menjadi pilihan.

Imaji-imaji itu menjadi episode visual yang menggetarkan dan menggerakkan perlawanan terhadap kekuasaan.

Di negeri ini foto jurnalistik kerap menunjukkan kedigdayaannya. Menjadi panduan melawan lupa, penyaksi tempo hari. Foto anggota dewan dari Fraksi PKS Arifinto yang asyik menikmati film porno pada komputer tabletnya ketika sidang paripurna bidikan fotografer Media Indonesia M Irfan memberi bukti. Setelah foto yang mencoreng kehormatan dewan tersebut dimuat dan kemudian menyebar ke berbagai media, Arifinto yang awalnya menyangkal akhirnya mengakui dan mengundurkan diri sebagai wujud pertanggungjawaban moral. Tengok pula kejelian pewarta foto Jakarta Globe Jurnasyanto Sukarno dan Agus Susanto dari Kompas yang membongkar penyamaran koruptor Gayus Tambunan ketika menonton turnamen tenis internasional Commonwealth di Bali.

Kini, berkah teknologi telah menggerus kepercayaan publik pada fotografi. Pasalnya, manipulasi menyeruak hingga ke ruang-ruang foto jurnalistik. Sungguh bukan perkara mudah mengembalikan foto pada khitahnya.

Alangkah eloknya jika jurnalis foto tidak larut pada permainan peranti digitalisasi fotografi, apalagi melakukan manipulasi. Fakta tetaplah fakta, biarkan ia apa adanya. Asah pemahaman, sensitivitas, kejelian, dan kreativitas untuk mengusung perspektif yang bukan sekadar pengisi ruang belaka, melainkan juga mampu menyemai harapan, membawa pengaruh positif, menginspirasi, mengedukasi, dan menggugah mereka yang melihatnya.

Semoga publik tidak membiarkan hanya foto saja yang bicara, tetapi juga bijak memaknainya. Mengapa? Karena pendusta visual berkeliaran di mana-mana.


Media Indonesia edisi Sabtu, 29 April 2011, yang memuat foto anggota DPR dari Fraksi PKS Arifinto tengah menonton video porno di komputer tabletnya saat berlangsungnya sidang paripurna. Arifinto yang awalnya menyangkal foto bidikan M Irfan itu akhirnya mengakui dan mengundurkan diri sebagai wujud pertanggungjawaban moral.

SAD MICKEY JAWARA FOTO COMPETITION 2014






ROADSHOW Journalistic Photography Workshop, Hunting, and Photo Competition Dari Balik Lensa mencapai titik akhir di tahun ini. Tiga pemenang akhirnya diumumkan dalam Grand Final di Hotel Novotel, Jakarta, Sabtu (6/12).

Ketiga pemenang yang keluar sebagai foto terbaik bertema Kehidupan metropolitan itu ialah foto berjudul Sad Mickey karya Faqih sebagai pemenang pertama, Sepak Bola Mini karya Hendro Praynyoto sebagai pemenang kedua, dan Pedagang di Jembatan Penyebrangan karya Kenny sebagai pemenang ketiga.

Penyerahan penghargaan untuk setiap pemenang diberikan Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia Hariyanto kepada ketiga pemenang tersebut.

Hariyanto mengatakan dalam Grand Final itu sebanyak 11 peserta diambil dari 2 pemenang setiap kota, yaitu Bandung, Jawa Barat, Jakarta, Makassar, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, serta satu pemenang photo competition.

"Kesebelas pemenang Roadshow Journalistic Photography Workshop itu mengikuti workshop dahulu sebelum penganugerahan pemenang foto terbaik," kata Hariyanto.

Ia mengatakan dalam workshop tersebut peserta diberi kiat-kiat menjadi seorang fotografer yang mampu mengabadikan momen penting, khususnya dalam kegiatan jurnalistik. Intinya, untuk menjadi fotografer, seseorang harus mempunyai gambaran atau visualisasi mengenai subjek foto yang akan diambil.

Dalam memotret, seorang fotografer juga jangan terjebak pada jenis foto apa yang akan diambil sehingga mematikan kreativitas dan imajinasi.

Hariyanto menambahkan, sebuah foto apalagi foto jurnalistik yang berisikan human interest pasti membuat orang tergugah karena foto itu dimuat dalam koran yang bisa dibaca semua lapisan masyarakat.

"Pernah kami mendapatkan pengalaman ketika didatangi anak-anak SD ke Kantor Media Indonesia. Mereka berterima kasih karena setelah foto sekolah mereka yang rusak dimuat di Media Indonesia, SD itu mendapat perhatian," terangnya.

Hariyanto pun berbagi kiat kepada peserta mengenai etika sebagai fotografer. MEnurut dia, sesulit apap pun objek foto yang akan diambil, dengan menghasilkan gambar terbaik, etika dan kesopanan dalam berfoto perlu diperhatikan.

"Misalnya, mengambil objek foto dalam kegiatan upacara keagamaan jangan sampai mengganggu ritual keagamaan demi mendapatkan gambar terbaik," jelasnya

Selain peserta mendapatkan materi workshop, para peserta diberi kesempatan berburu gambar di sekitar objek wisata Jakarta, yakni Moumen Nasional, pada Sabtu (7/12)


BERBAGI PENGALAMAN DI PANGKALAN BUN









Setelah sukses menggelar Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, sejak Juni lalu, di 4 kota besar di Indonesia, yakni Bandung, Jakarta, Makassar, dan Yogyakarta. Roadshow Dari Balik Lensa 'Historical Landmark' 2014 Media Indonesia, akhirnya harus usai di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, Minggu (9/11).

Selama dua hari, Sabtu (8/11) dan Minggu (9/11), Para mentor dan juri lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun, yaitu Kepala Divisi Foto dan Artistik Harian Media Indonesia, Hariyanto, Fotografer Senior Harian Media Indonesia, Ramdani dan Head of Media Tanjung Lingga, Yohanes Widada, berbagi pengalaman , pengetahuan dan ilmu fotografinya, kepada puluhan fotografer amatir dan profesional dari berbagai latar belankang di Pangkalan Bun dan sekitarnya, yang mengikuti kegiatan Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, di Aula Bappeda, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar).

Dalam lomba fotografi kali ini, puluhan foto yang dikumpulkan oleh para peserta lomba, diseleksi bersama oleh para juri dan seluruh pesertalomba, untuk selanjutnya dipilih 11 foto diantaranya untuk dinilai oleh para juri yang ditunjuk.

Para juri memilih 3 foto terbaik yang akan menjuarai lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun. Tiga pemenang tersebut adalah, Saud Teguh A P sebgai juara pertama, Faqih Akbar sebagai juara kedua dan Muslih sebagai juara ketiga.

Para pemenang medapatkan sejumlah uang tunai dan bingkisan hadiah lainnya dari para sponsor yang mendukung suksesnya kegiatan ini. "Dari 11 foto tadi,kita pilih lagi 3 foto terbaik dan 8 foto lainnya jadi nominasi. Yang kalah jangan kecewa dan tetap semangat. Jangan pernah menyerah. Sering-sering ikuti lomba dan manfaatkan semua kesempatan yang ada untuk terus berkarya. Foto-foto pemenang lomba ini akan dicetak di harian Media Indonesia. Di travelista Media Indonesia edisi Kamis nanti," kata Haryanto, Minggu (9/11).

DARI BALIK LENSA HISTORICAL LANDMARK DI PANGKALAN BUN



Saud Teguh A.P, Faqih Akbar dan Muslih menjuarai lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun. Pemilihan pemenang itu bagian dari rangkaian Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, yang diselenggarakan Media Indonesia bekerja sama dengan Borneonews dan Palangka Post.

Sukses menggelar Journalistic Photography, Workshop, Hunting dan Photo Competition, sejak Juni lalu, di 4 kota besar di Indonesia -- Bandung, Jakarta, Makassar dan Yogyakarta -- Roadshow Dari Balik Lensa 'Historical Landmark' 2014 Media Indonesia, berakhir di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Minggu (9/11).

Selama dua hari, Sabtu (8/11) dan Minggu (9/11), para mentor dan juri lomba fotografi 'Historical Landmark' Pangkalan Bun, berbagi pengalaman, pengetahuan dan ilmu fotografi kepada puluhan fotografer amatir dan profesional dari berbagai latar belakang di Pangkalan Bun dan sekitarnya. Para juri dalam kegiatan yang berlangsung di Aula Bappeda, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat itu, Kepala Divisi Foto dan Artistik Harian Media Indonesia Hariyanto, Fotografer Senior MI, Ramdani dan Head of Media Tanjung Lingga, Yohanes S. Widada.

Dalam lomba kali ini, puluhan foto yang dikumpulkan para peserta diseleksi bersama para juri dan seluruh peserta lomba, untuk dinilai oleh para juri. Dari situ terpilihlah Saud, Faqih dan Muslih.

Para pemenang mendapatkan sejumlah uang tunai dan bingkisan hadiah lainnya dari para sponsor. Dari 11 foto dipilih lagi 3 foto terbaik dan 8 foto lainnya sebagai nominasi. Kata Hariyanto, yang kalah jangan kecewa dan tetap semangat. Jangan pernah menyerah. Sering-sering ikuti lomba dan manfaatkan semua kesempatan untuk terus berkarya.

"Foto-foto pemenang lomba ini akan dicetak di Harian Media Indonesia. Di travelista Media Indonesia edisi Kamis nanti," kata Hariyanto, Minggu.

Head of Media Tanjung Lingga, Yohanes S. Widada, sebagai pengelola Borneonews dan Palangka Post, sangat bangga dapat bekerjasama dengan Media Indonesia menggelar Dari Balik Lensa 'Historical Landmark' di Pangkalan Bun.

Terlebih lagi, kata Yohanes, foto-foto yang dihasilkan para fotografer Pangkalan Bun dapat memberikan perspektif berbeda bagi para penikmatnya. "Yang penting tetap berlatih dan jangan kalah sama karya-karya mas Haryanto, mas Unang (Ramdani) dan lain-lain di Jakarta," canda Yohanes Widada.

Tak Rugi Ikut Workshop Fotografi Dari Balik Lensa

Berbagai teori dan persiapan yang harus diperhatikan fotografer dalam memproduksi sebuah foto yang bagus dipaparkan dalam workshop fotografi Dari Balik Lensa bertema Historical Landscape di aula kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Sabtu, (8/11) siang.

Seusai workshop, sorenya para peserta sudah tak tahan mempratikan pengetahuan baru yang didapat dari pemateri, yakni Kepala Divisi Artistik dan Foto Harian Media Indonesia, Hariyanto.

Dengan antusias mulai sore, malam, dan pagi menjelang siang sebelum pukul 12.00 WIB Minggu (9/11) peserta memburu foto-foto yang menjadi target lomba foto.

Objek-objek yang bisa diabadikan para peserta lomba fotografi di antaranya Bundaran Pancasila, Istana Kuning, Istana Mangkubumi dan beberapa objek lainnya.

Andre salah seorang peserta, mengaku tidak merasa rugi mengikuti workshop tersebut. "Pengetahuan yang diberikan oleh pemateri sangat berguna, penyampaiannya juga santai dan komunikatif," ujar Andre.

Menurutnya hal-hal yang disampaikan oleh pemateri tersebut sebenarnya sederhana, tetapi terkadang fotografer tidak menyadari pernah melakukan kekeliruan seperti yang disampaikan pemateri.

"Contohnya ketidaktahanan fotografer terhadap godaan. Maksudnya bila objek yang difoto tersebut letaknya jauh dari tempat tinggal, fotografer tergoda untuk enggan memotret dengan alasan lokasi yang jauh, sedangkan matahari sedang bersinar sangat terik dan cuaca sangat panas," tuturnya.

Dengan melatih diri untuk tahan terhadap godaan tersebut, lanjut Andre, kesemparan mendapatkan foto yang bagus bisa semakin besar.

"Selain itu ada beberapa eleman lainnya seperti melakukan pravisualisasi sebelum memotret, memperkaya memori visual dengan sering-sering melihat objek foto yang bertujuan agar otak bisa merekam foto yang bagus dan diri kita bisa mengulanginya bila menemui situasi dan kondisi yang mirip dengan foto yang pernah dilihat," jelasnya.

BURU TEMPAT BERSEJARAH



PESERTA Workshop, Hunting and Photo Competition Dari Balik Lensa bertema Historical Landmark di Aula Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kabupaten Kotawaringin Barat, Sabtu (8/11), sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan. Sejak kemarin sore para perserta yang sudah memulai hunting foto untuk disertakan dalam lomba.

Kegiatan selama dua hari ini (Sabtu-Minggu, 8-9/11) adalah rangkaian Dari Balik Lensa 'Historial Landmark' Roadshow 2014 yang digelar Media Idonesia bekerjasama dengan beberapa pihak, termasuk Borneonews dan Palangka Post.

Objek-objek yang ditentukan untuk lomba antara lain, Monumen Paladan Sambu, Istana Kuning, Astana Mangkubumi dan komplek makan raja-raja. Keempatnya berada di Pangkalan Bun. Sementara launnya antara lain Monumen 14 Januari dan Bundaran Pangkalan Lima, keduanya di Kecamatan Kumai. Kemudia Astana Al-Nursari, masjid dan makam Kyiai Gede, ketiganya di Kecamatan Kotawaringin Lama.

Karena jari-jemari para peserta sudah gatal ingin segera memencet tombol rana kamera seusai workshop, mereka segera mencari objek-objek foto yang sudah ditentukan. Hal ini disebabkan batas waktu mengumpulkan foto untuk diikutsertakan dalam photo competition adalah pulukl 12.00WIB hari ini. "Waktu huntingnya terbatas untuk photo competition. Jadi kita mulai sore ini juga," cetus Raden, salah seorang peserta workshop.

Kepala Divisi Artistik dan Foto Harian Media Indonesia Hariyanto dalam tutorialnya menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan untuk memproduksi foto yang bagus salah satunya adalah memperkaya visualisasi. Maksud dari memperkaya visualisasi adalah sering-sering melihat obyek foto yang menarik dari buku, koran, televisi atau sumber-sumber lainnya. Dengan begitu, memori otak akan merekan bagaimana visualisasi foto-foto tersebut. "Banyak=banyak lihat tayangan National Geographic atau Discovery Channel. Itu akan banyak membantu memperkaya visualisasi," juar Hariyanto mencontohkan.

LOMBA FOTO NASIONAL MI DAN BN





Kabar baik bagi para fotografer di Kabupaten Kotawaringin Barat dan sekitarnya. Harian Umum Media Indonesia bekerja sama dengan Borneonews dan Palangka Post menggelar Lomba Foto Nasional, yang dibuka hari ini, Sabtu (8/11). Acara ini diikuti para peserta dari berbagai daerah di Kalimantan Tengah.

Ajang ini sangat istimewa. Karena, para peserta yang datang dari berbagai daerah di Kalteng, seperti Palangka Raya, Sampit, Sukamara, Lamandau dan lainnya, tak sekedar berlomba. Mereka akan mendapatkan pelatihan seputar fotografi.Narasumber yang dihadirkan, edtor foto Media Indonesia, Hariyanto.

Pemmpin Perusahaan Borneonews dan Palangka Post, Revy Apriani mengatakan, kegiatan dilakukan selama dua hari. Hari Pertama, pelatihan. Kedua, hunting foto sekaligus lomba. Pemenang akan diumumkan pada hari terakhir pelatihan. "Sabtu pukul 08.00 WIB di Aula Bappeda Kobar peserta mendapatkan materi pelatihan. Pukul 13.00 peserta hunting foto satu jam, kemudian hasilnya direview narasumber," jelas Revy.

Lokasi hunting foto, sesuai tema Historical Landmark, yakni di sejumlah tempat bersejarah. Seperti Istana Kuning, Istana Mangkubumi dan sebagainya.

Revy menambahkan, Minggu (9/11), peserta hunting setengah hari. Pukul 14.00 semua foto yang dilombakan sudah masuk ke tangan panitia. "saat itu juga akan direview dan ditentukan pemenangnya."

Panitia memberikan kesempatan kepada para penggemar fotografi yang belum mendaftar menghubungi panitia pada hari pelaksanaan. Biaya pendaftaran termasuk workshop Rp100 ribu. Pemenang lomba akan mendapatkan total hariah Rp15 juta.

Selain Lomba Foto Nasional, para pecinta fotografi juga bisa mengikuti lomba foto dalam rangka Festival TWA Tanjung Keluang. Obyek foto dibatasi seputar TWA Tanjung Keluang. Pendaftaran lomba foto Festival TWA gratis. Bahkan, para peserta yang belum memiliki foto akan diakomodasi panitia menuju lokasi. "Hunting foto perserta, Minggu, 16 November," kata Ershad, panitia lomba.

DARI BALIK LENSA MEMBINGKAI YOGYAKARTA







Puluhan foto tempat-tempat bersejarah di Yogyakarta terkumpul dalam sebuah folder komputer. Foto-foto yang beraneka warna itu ialah hasil jepretan Komunitas Fotografi Media Indonesia yang mengikuti workshop dan kompetisi di Taman Pintar, Yogyakarta, selama 11-12 Oktober lalu, dengan tema Historical Landmark.

Yogyakarta merupakan lokasi keempat yang dibingkai Komunitas Fotografi Media Indonesia. Sebelumnya acara serupa digelar di Bandung, Jakarta, dan Makassar.

Menurut Euis Rumiris, panitia penyelenggara dari Media Indonesia, animo masyarakat dari berbagai kalangan di dunia fotografi makin meningkat. Media Indonesia, jelas Euis, melihat perlunya mewadahi keinginan itu dalam sebuah komunitas, yakni Komunitas Fotografi MEdia Indonesia, agar pencinta fotografi bisa menyalurkan hobinya.

Dari Balik Lensa ialah event fotografi yang diadakan Media Indonesia untuk menjawab kebutuhan komunitas fotografi di seluruh Nusantara. Dalam event ini, jelas Euis, Media Indonesia memberikan pembelajaran serta sharing pengetahuan tentang fotografi melalui workshop fotografi serta kompetisi foto.

Di Yogyakarta sendiri, acara diikuti sekitar 50 fotografer serta langsung dimentori Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia Hariyanto.

"Pesertanya komunikatif dan suasananya hidup," kata Hariyanto.

Ia menjelaskan umumnya peserta yang ikut sudah mengetahui dasar-dasar fotografi. Karena itu, selain memberikan materi fotografi, selebihnya mereka diberi kisah pengalaman selama dirinya menjadi fotografer.

"Yang penting ialah jangan mudah menyerah serta terus berusaha," kata Hariyanto.

Salurkan Hobi

Kusworo, salah satu peserta, mengaku suka dengan fotografi. Ia sering mengikuti kompetisi dan workshop fotografi sehingga saat ia mendapat informasi ada workshop dan kompetisi foto yang digelar Media Indonesia, ia langsung memutuskan untuk ikut. "Menyalurkan hobi dan menimba ilmu," kata ayah satu anak itu.

Tidak hanya dari Yogyakarta, peserta dari kota lain pun ikut serta. Bayu Bambang, misalnya, mengaku datang dari Bandung hanya untuk bergabung dengan Komunitas Fotografi Media Indonesia. "Ya, saya mau mendapat pengalaman," kata mahasiswa semester lima BSI Bandung itu.

Euis menerangkan acara Dari Balik Lensa memang terbuka untuk umum. Meski digelar di Yogyakarta, warga luar Yogyakarta pun bisa mengikuti workshop dan kompetisinya. Nantinya foto pemenang kompetisi dimuat di Media Indonesia pada rubrik Travelista.

PELAJAR MAKASAR IKUTI WORKSHOP FOTOGRAFI MI



Hobi fotografi terus meluas. Selain masyarakat umum dan mahasiswa, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, kegiatan yang satu itu juga telah menggoda kalangan pelajar.

Ketika Media Indonesia menggelar Journalistic Photography Workshop, Hunting and Photo Competition, akhir pekan lalau, ada 50 peserta yang hadir. Enam orang diatara peserta ialah pelajar SMA.

"Saya sangat senang ikut kegiatan ini karena meski saya suka fotografi saya masih buta dengan teori-teori dasar cara memotret yang bisa bercerita. Setelah mengikuti kelas workshop ini saya sudah mulai paham," aku Nahda Nur Anisah, pelajar SMAN 3 Makassar.

Meski digelar di Makassar, workshop bertema Dari balik lensa historical landmark itu juga diikuti peserta dari Papua dan Papua Barat.

Pada kesempatan itu, Hariyanto, Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia, menyatakan pewarta foto yang baik harus mampu membangun insting, memahami persoalan, dan tidak pantang menyerah. Karena itu, saat memotret sebuah acara atau kegiatan, fotografer harus ada sebelum acara dimulai dan meninggalkan tempat setelah acara tuntas.

"Salah satu godaan fotografer ialah meniggalkan lokasi setelah merasa mendapat gambar yang bagus. Lebih dari itu, foto juga harus bisa memberi edukasi," tandasnya di Aula Benteng Rotterdam, Makassar.

Selain workshop, para peserta ditantang berkompetisi. Tiga pemenang dipilih dan mendapat hadiah uang tunai serta sejumlah bingkisan.

Untuk menumbuhkan hobi fotografi, Media Indonesia telah menggelar kegiatan serupa di Jakarta dan Bandung. Setelah Makassar, event yang sama akan diadakan di Yogyakarta dan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.


MENSYUKURI BERKAH TEKNOLOGI FOTOGRAFI





SABTU pagi, salah satu aula di Gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM), yang kini dikenal dengan nama Museum Bank Mandiri di Kawasan Kota Tua, Jakarta, menjadi lebih riuh daripada biasanya.

Tidak mengherankan karena sekitar 130 peserta berkumpul untuk yang mengikuti workshop Dari Balik Lensa yang diselenggarakan Media Indonesia bertema Historical landmarks pada 23-24 Agus tus 2014.

Aula itu terisi penuh oleh para pelaku dan penikmat fotografi yang sedang asyik mengapresiasi puluhan foto yang ditampilkan dalam mode slide show. Itulah foto-foto yang disajikan oleh mentor acara itu, yakni Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia, Hariyanto.

Tema Historical landmarks dipilih agar generasi muda di ajak mengenal kembali sejarah sekaligus melestarikannya.

"Tak hanya melestarikan, tetapi juga memotret realitas yang terjadi berkaitan dengan lingkungan dan manusia di sekitarnya," jelas Hariyanto.

Peserta tak dibatasi, semua kalangan dari berbagai usia bisa menjadi bagian di dalamnya.

"Berkat berkah teknologi fotografi, kini memotret menjadi relatif lebih mudah. Kini fotografi milik banyak orang tak terbatas usia dan kalangan," jelas Hariyanto.

Salah satunya ialah Fadel Mohammad, siswa SMA Negeri 61 Jakarta Timur. Ia menyatakan ketertarikannya pada foto-foto jurnalistik yang berkaitan dengan alam, dan sering mengambil referensi dari majalah National Geographic.

Lain halnya Wulan Kurniati yang bekerja sebagai seorang auditor. "Saya biasanya foto untuk model, yang objeknya bisa dikondisikan, berbeda dengan foto jurnalistik yang memang berdasarkan momen," jelasnya.

Di saat hampir semua media massa di Indonesia memberikan ruangnya bagi masyarakat, tak banyak yang memberikan edukasi mengenai bagaimana seharusnya foto memenuhi kaidah jurnalistik.

"Berdasarkan pengalaman saya di Media Indonesia membuktikan, banyak yang bisa memotret, dan mereka mengirimkan foto kepada kami, tapi jarang foto-foto tersebut sanggup memenuhi kaidah foto jurnalistik," jelas Hariyanto.

INSPIRASI DARI WORKSHOP JURNALISTIK FOTO




Antusiasme peserta mewarnai Workshop, Hunting, and Photo Competition Dari Balik Lensa bertema Historicak Landmark, yang digelar Media Indonesia di Kota Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu. Arahan Hariyanto, fotografer senior Media Indonesia saat membuka acara di Gedung Indonesia Menggugat, mendapat perhatian besar dari peserta yang kebanyakan mahasiswa.

"Setelah ikut workshop ini, saya tidak takut untuk mengikuti lomba foto. Kamera saya memang poket, tapi untuk mendapatkan foto yang bagus, saya yakin tidak hanya ditentukan jenis kameranya," papar Rina Rianasari, salah satu peserta.

Sehari-hari Rina bekerja sebagai editor di sebuah perusahaan percetakan. Ia hobi mengabdikan setiap kejadian yang dilihatnya.

"Saya ikut lomba foto ini dan tidak takut bersaing dengan peserta lain yang kebanyakan anak muda dan mahasiswa," tandas Rina.

Optimisme juga diperlihatkan sejumlah peserta lain. Beragam kamera menjadi senjata mereka, mulai dari kamera saku hingga kamera profesional.

Suasana Gedung Indonesia Menggugat yang bersejarah, lokasi Soekarno menjalani sidang pemerintahaan kolonial Belanda, menjadi inspirasi tersendiri.

Suntikan motivasi sejak awal sudah disuarakan Hariyanto di dalam kelas. Setiap peserta didorong untuk tidak menyerah, terutama karena kendala peranti.

Foto jurnalistik yang baik, menurut Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia itu, harus bisa menginspirasi, mengundang emosi, baik senyum, sedih, maupun tertawa bagi orang yang melihatnya. Untuk itu, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi.

"Di antaranya fotografer harus memiliki banyak perbendaharaan visual sehingga dia akan membawa imajinasi yang berwarna serta mampu mengambil sudut foto yang tepat. Kita harus sering melihat hasil foto orang lain supaya memiliki banyak perbendaharaan visual yang akan membawa kita memiliki pengalaman mengambil gambar baik," tambahnya.

Syarat lain untuk membuat foto jurnalistik yang baik yakni pravisualisasi, atau tindakan menguasai cara-cara atau teknis mengambil foto.

LESTARIKAN CAGAR BUDAYA MELALUI FOTOGRAFI

3 Foto Terbaik Historical Landmark Photo Competition Makassar


Di aula Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang, peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo, Makassar, pada 6-7 September, sejak pukul 08.00, puluhan peserta mengikuti pelatihan Dari Balik Lensa Historical Landmark yang diselenggarakan Media Indonesia

Acara dibuka slide show puluhan foto karya fotografer Media Indonesia. Pembekalan materi foto jurnalistik baik single dan story foto dikupas tuntas Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia, Hariyanto, sehingga membuka wawasan para peserta.

"Kegiatan ini untuk mengajak para peserta peduli dengan pelestarian cagar budaya Indonesia melalui fotografi" ujar Hariyanto

Selanjutnya peserta diberikan kesempatan untuk memotret di sekitar Fort Rotterdam dan kemudian di-review langsung bersama-sama.

Sebanyak 61 foto dari 31 peserta "direview" dan sekaligus dilakukan penjurian. Satu per satu peserta diberikan kesempatan mempresentasikan karya foto yang menjadi andalannya.

Komentar, kritik, dan saran dari mentor dan sesama peserta pun dilontarkan. Berbagai hadiah seperti buku fotografi dan suvenir dibagikan kepada setiap peserta yang kritis atau membawa penyegaran.


Setelah semua karya foto dipresentasikan, peserta diajak untuk memilih 20 foto terbaik yang akan menjadi nominasi. Dan selanjutnya mentor sekaligus juri dibantu asisten memilih 10 foto dan menentukan pemenang yang akan mengikuti grand final di Jakarta dengan total hadiah Rp115juta.


MENCARI GOLDEN TIME

3 Foto Terbaik Historical Landmark Photo Competition Yogyakarta


Berawal dari pertanyaan salah satu peserta seusai slide show kumpulan foto terbaik karya fotografer Media Indonesia dan penjabaran materi, golden time menjadi istilah yang populer bagi 50 peserta workshop di Ruang Audio Visual, Taman Pintar, Yogyakarta, 11-12 Oktober 2014.

Golden time yang dimaksud adalah waktu terbaik memotret, biasanya 1 jam menjelang dan 2 jam setelah matahari terbit, serta 2 jam menjelang dan 1 jam setelah matahari tenggelam.

"Tapi, dalam fotografi setiap saat, setiap ada kesempatan adalah golden time. Tidak ada batas waktu untuk mendapatkan foto terbaik," ujar mentor yang merupakan Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia Hariyanto.

Yogyakarta menjadi kota ke-4 dalam rangkaian Roadshow Journalistic Photography Workshop, Hunting, and Photo Competition Dari Balik Lensa bertema Historical landmark. Peserta yang umumnya sudah mengetahui teknik fotografi begitu antusias menyimak setiap ilmu dan pengalaman yang dibagikan.

Seperti pada event sebelumnya, setelah peserta dibekali materi untuk membuka wawasan, para peserta diberi kesempatan untuk hunting foto dan kemudian di-review bersama-sama.

Setiap peserta berkesempatan mempresentasikan karya foto terbaiknya. Komentar, kritik, dan saran dari mentor dan sesama peserta bebas dilontarkan.


Kemudian seluruh peserta diajak menentukan 20 foto pilihan dan selanjutnya mentor bersama tim foto Media Indonesia menentukan 10 foto nominasi serta 3 foto terbaik. Terima kasih buat para peserta, selamat buat yang juara!


MEMPERKAYA IMAJI VISUAL DI PANGKALAN BUN

3 Foto Terbaik Historical Landmark Photo Competition Pangkalan Bun


Setelah sukses di empat kota besar di Indonesia, yakni di Bandung, Jakarta, Makassar, dan Yogyakarta. Roadshow Journalistic Photography Workshop, Hunting, and Photo Competition, Dari Balik Lensa bertema 'Historical Landmark', berakhir di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, 8-9 November 2014.

Terbatasnya jumlah lokasi yang menjadi landmark kota menjadi tantangan tersendiri bagi peserta. Terbukti, banyak karya peserta yang hampir sama saat review hasil hunting foto.

Ketika sore menjelang, workshop hari pertama diakhiri pemaparan kiat-kiat berburu. Keesokan harinya, dua foto terbaik setiap peserta dikumpulkan dan dipresentasikan.

Komenta, kritik, dan saran mentor dan sesama peserta menjadi tolak ukur bersama, sehingga hanya terpilih 11 foto terbaik.

"Di era digital, tantangan membuat foto bagus tidaklah sulit, dibanding dulu yang terbatas rol film, iso, dan sebagainya. Latih sesivitas terhadap sekeliling, lakukan pravisualisasi, perkaya imaji visual yang akan membuat karya foto berbeda kendati lokasinya sama. Semakin banyak referensi, semakin mudah menangkap objek yang sama," ungkap sang mentor, Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia, Hariyanto.



FOTO YANG BAIK TIDAK SEKEDAR INDAH

3 Foto Terbaik GRAND FINAL


Ibu kota Jakarta menjadi puncak dari rangkaian Roadshow Journalistic Photography Workshop, Hunting, and Photo Competition Dari Balik Lensa tahun 2014. Sebanyak 11 peserta dari 2 pemenang setiap kota yaitu Bandung, Jakarta, Makassar, Yogyakarta, dan Pangkalanbun serta satu pemenang photo competition microsite dikumpulkan untuk mengikuti grand final yang mengangkat tema Kehidupan metropolitan pada 5-7 Desember 2014.

Dengan mengangkat tema yang berbeda dari workshop sebelumnya, mentor memberikan pembekalan kepada peserta terkait kesesuaian tema yaitu foto human interest di hari pertama.

Potret dari kehidupan seseorang yang menggambarkan suasanan atau mood dan menimbulkan simpati dari orang yang melihatnya.

Peserta kemudian diberikan kesempatan hunting ke beberapa lokasi di Ibu Kota seperti Monumen Nasional dan Kawasan Kota Tua.

Pserta mengumpulkan tiga foto terbaik yang kemudian dinilai oleh mentor dan peserta secara bersama-sama.

"Jika memotret kehidupan manusia tampilkan ekspresi, gestur, dan suasana sebagaimana adanya. Banyak fotografer yang sebenarnya memiliki kesempatan mendapatkan goto terbaik, tapi karena kurang sabar sehingga hasilnya tidak maksimal. Ketika sudah mendapatkan sesuatu objek foto yang menarik kejar sampai mendapatkan hasil yang maksimal," kata Kepada Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia Hariyanto.


"Sebagai editor foto, setiap hari saya melihat ratusan bahkan ribuan foto, baik yang dihasilkan oleh fotografer Media Indonesia atau agensi foto seperti AFP, AP, Reuters dan Antara. Saya sudah imun atau kebal melihat berbagai macam foto yang hanya sekedar indah, tetapi miskin makna, oleh sebab itu berilah foto yang meiliki pesan kuat dan mampu menggugah orang yang melihatnya. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak memilih foto tersebut," pungkas Hariyanto.


PEMENANG FOTO MOMEN SAMBUT 2015


TAHUN baru bukan hanya dimaknai pergantian tanpa arti. Tahun baru adalah awal untuk memulai lembaran baru. Masyarakat menyambutnya dengan kemeriahan dan gegap gempita.

Ribuan bahkan jutaan batang kembang api dinyalakan di seantero negeri, mulai dari kota hingga ke pelosok nusantara. Cahaya kembang api yang menyinari gelap malam seakan mewakili harapan masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang lebih indah dari sebelumnya.

Ada juga masyarakat yang menjadikan momen pergantian tahun sebagai saat yang tepat untuk merenung, melihat kembali perjalanan masa lalu. Ribuan lampion diterbangkan beriring harapan, doa dipanjatkan. Selamat tinggal masa lalu, selamat datang awal yang baru.

Beragam cara dalam menyambut datangnya tahun baru itu menjadi objek yang sangat menarik bagi penggemar fotografi. Berbagai macam momen pergantian tahun tersebut berhasil direkam ratusan fotografer yang mengikuti lomba foto dengan tema Momen Sambut 2015 yang diadakan komunitas Dari Balik Lensa, Media Indonesia.

Dari ratusan foto yang masuk, foto karya Angelus dengan judul Pergantian Tahun di Lapangan Monumen Nasional berhasil mencuri perhatian dewan juri yang diketuai Kepala Divisi Foto dan Artistik Media Indonesia Hariyanto.

Foto tersebut berhasil merekam ribuan orang berkumpul di seputaran lapangan Monumen Nasional, sedangkan ribuan pancaran kembang api seakan menari membelah gelap langit Ibu Kota.

Adapun foto pemenang kedua karya Mulya Yudha Kartika menceritakan remaja mengisi malam pergantian tahun dengan menerbangkan lampion sebagai simbolisasi doa dan harapan.

Sementara itu, foto karya Eni Setyawati tentang detik-detik pergantian tahun yang dirayakan kalangan tua muda menempati posisi ketiga.


PHOTO COMPETITION BY MICROSITE

Syarat dan ketentuan :
  1. Terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya.
  2. Wajib like Fanpage www.facebook.com/daribaliklensa. dan Fanpage Harian Umum Media Indonesia.
  3. Mengisi formulir pendaftaran yang dapat diunduh di Fanpage www.facebook.com/daribaliklensa.
  4. Kirimkan 3 foto orisinal dengan objek berbeda dalam file jpeg, ukuran foto maksimal 2.000x3.000 pixel resolusi 300 dpi atau ukuran foto maksimal 1 MB dengan tema Perempuan Tangguh beserta biodata lengkap via e-mail ke fotodaribaliklensa@gmail.com.
  5. Objek foto adalah semua foto yang terkait dengan perjuangan perempuan, dengan periode foto yang dikirimkan adalah tahun 2014 – 2015.
  6. Lengkapi setiap foto dengan judul foto.
  7. Olah digital diperbolehkan sebatas perbaikan dasar kualitas foto (sharpening, cropping, colour balance, dodge/burn, colour/contrast dan saturasi warna) tanpa mengubah keaslian objek.
  8. Tidak diperkenankan mencantumkan data, tulisan/gambar apa pun pada foto.
  9. Diperbolehkan menggunakan kamera ponsel, kamera saku ataupun kamera SLR.
  10. Batas akhir pengiriman foto tanggal 25 April 2015 pukul 24.00 WIB.
  11. Verifikasi foto dan penjurian dilaksanakan tanggal 26-29 April 2015.
  12. 3 foto terbaik akan diterbitkan di Travelista Media Indonesia edisi 30 April 2015.
  13. Info lebih lanjut dapat menghubungi panitia di nomor HP 0812 8769 7648 (Telp/SMS/WA) PIN 7E2246F7.
  14. klik disini untuk mendownload




CERITA DARI BALIK LENSA

3 Foto Terbaik Historical Landmark Photo Competition Jakarta



SABTU (23/8) pagi, sekitar 130 peserta dengan berbagai latar belakang juga usia, berkumpul di aula Gedung Nederlandsce Handel Maatschappi (NHM) atau yang kini bernama Museum Bank Mandiri di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.

Mereka mengikuti workshop Dari Balik Lensa yang diselenggarakan Media Indonesia hingga keesokan harinya. Kegiatan itu merupakan rangkaian dari program pelatihan, hunting foto dan kompetisi foto di lima kota, yaitu Bandung, Jakarta, Makassar, Yogyakarta dan Lampung.

Ada pula kompetisi foto melalui daring. Puncaknya, final di Jakarta dengan total hadiah Rp115 juta.

Buat menginspirasi peserta, acara dibuka dengan penampilan puluhan foto karya fotografer Media Indonesia. Dengan saksama satu per satu foto didiskusikan.

Selanjutnya, mentor yang juga Kepala Divisi Artistik dan Foto Media Indonesia, Hariyanto berbagi kiat memotret.

Workshop bertema "Historical Landmarks" ini mengajak peserta mengenal kembali sejarah sekaligus berkontribusi pada upaya pelestariannya.

"Juga memotret realitas yang terjadi berkaitan dengan lingkungan dan manusia di sekitarnya," ujar Hariyanto.

Seusai dibuka cakrawalanya, pada jeda istirahat, peserta memotret sekitar kawasan Kota Tua. Karya-karya mereka kemudian dibahas, baik dari segi teknik maupun maknanya.


PEMENANG PHOTO COMPETITION

Pemenang Photo Competition by Microsite Edisi Juli 2014
3 Foto Terbaik Journalistic Photo Competition by Microsite (lihat gambar)


INDAH KARYA SEJARAH DI BANDUNG


Indah, Kaya Sejarah, di Bandung (3 Foto Terbaik Historical Landmark Photo Competition)

Bandung tempo dulu banyak menyimpan cerita. Berbagai peristiwa penting begulir di kota ini,mewarnai sejarah bangsa ini.

Paris van Java ini punya banyak "Historical Landmark",sebut saja Gedung Sate yang kini menjadi kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Penanda utamanya, ornamen tusuk satai (sate) di atasnya.

Wajah gedung yang dibangun pada 1920 ini mengantarkan Kenny S memenangi lomba foto Media Indonesia, Dari Balik Lensa bertema Historical Landmark.

Dengan dimentori oleh Haryanto, Kepala Divisi Foto dan Artistik Media Indonesia, lebih dari 50 peserta mengikuti rangkaian foto dan kompetisi foto.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengangkat wajah positif Indonesia dari berbagai sisi yang pada akhirnya dapat mendukung dan mempromosikan Indonesia melalui kayra-karya fotografer pehobi maupun profesional.

Sementara, wajah gedung Isola di tengah kampus Universitas Pendidikan Indonesia, yang diabadikan di malam hari oleh Vemy Silvia mejadi pemenang ke-2.

Juara ketiga dimenangi oleh Beatrix Ernesta Putri yang memotret foto kegiatan ibadah minggu di Katedral Santo Petrus, yang berarsitektur neo-Gothic.

Ada pula wajah Gedung Merdeka, Hotel Savoy Homann, hingga kawasan Jalan Braga yang terekam para peserta lain. Nantikan Dari Balik Lensa Historical Landmark di kota-kota berikutnya!


PEMENANG HARI IMLEK 2556


TAHUN baru Imlek pada Kamis, 19 Februari 2015, dihitung sebagai tahun Kambing Kayu. Ada harapan baru untuk menjalankan hari-hari penuh rahmat. Terlebih, hewan ini juga diyakini perlambang terbukanya harapan baru untuk kehidupan lebih baik.

Merayakan Imlek tahun ini, Media Indonesia menyelenggarakan kompetisi foto bertajuk Harmoni Imlek 2566. Dewan juri yang beranggotakan para editor foto Media Indonesia memilih tiga dari ratusan foto yang dikirimkan ke redaksi.

Keluar sebagai juara pertama, yakni foto parade pawai Liong Batik sepanjang 159 meter yang tengah unjuk kebolehan pada pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY)X 2015. Foto tersebut diabadikan Angga Ari Fibuanto.

Juara kedua diraih Aji Styawan. Ia mengabadikan sejumlah anak-anak yang memberikan uang angpaw ke Barongsai. Sementara posisi ketiga dimenangi Ahmad Samsudin yang mengabadikan seorang perempuan berdoa dengan ekspresi khusyuk dan penuh harap.


Imlek telah menjadi bagian dari khazanah kebudayaan Indonesia, Warna yang dipulasnya menguatkan jejak multikulturalisme negeri ini. Indonesia memang kaya perbedaan yang menyatukan, bukan sumber konflik. Imlek menjadi perayaan buat segenap warga negeri ini. Selamat datang Kambing Kayu! (Sumaryanto Bronto/M-1).